Mengemas Pesan Digital Lewat Meme

Lagi asik berselancar di Twitter, Mawar iseng baca replay-an sebuah akun tubir [re: ribut], bukannya fokus pada bahasan, yang terlihat hanya gambar meme yang memenuhi replay kolom Twitter tersebut.

Dalam hati ia bertanya, kenapa meme bisa dipakai sebagai alat berkomunikasi seperti ini?

Bicara soal meme, kamu pasti langsung teringat soal gambar dan kata yang sengaja dibuat nyeleneh dalam Media Sosial (Medsos). Sejak tahun 2012, banyak banget meme yang bertebaran di internet seperti ekspresi atlet basket Yao Ming sampai karakter Mad Dog dari film The Raid, itu adalah dua contoh dari sekian banyak jenis meme yang viral pada masanya.

 

Selain nyeleneh, meme juga sering dipakai oleh pengguna media sosial untuk menggambarkan hal yang lucu. Bahkan, meme pun digunakan sebagai alat interaksi netizen pada platform Facebook, Instagram, Twitter atau media sosial lainnya. 

 

Kalau menilik dari sejarah, meme pertama di internet adalah emoji smiley menyamping, menggunakan kombinasi tanda baca titik dua, tanda hubung, dan kurung tutup yang dibuat oleh Scott E. Fahlman.

 

Tapi menurut Will Fulton dari thrillist.com bilang kalau meme pertama di dunia adalah ‘Dancing with The Baby’, yaitu sebuah gambar berformat GIF (bisa bergerak), yang memuat gambar bayi mengenakan popok sedang berjoget.

 

Secara definisi, meme digagas oleh Richard Dawkins di tahun 1976, dalam bukunya yang berjudul ‘The Selfish Gene’. Richard menyebut meme sebagai alat menyampaikan pesan, dan budaya yang sedang beredar dari satu manusia ke manusia yang lain.

 

Di Indonesia sendiri, tidak ada yang tahu kapan meme pertama kali tersebar. Salah satu penggagas meme di Indonesia adalah pemilik akun facebook Meme Comic Indonesia (MCI). Sang admin mengatakan kalau meme mulai populer di Indonesia sejak tahun 2012. Dengan identitas yang anonim, ia bercerita kisah awal tertarik dengan meme karena dapat menyampaikan apa yang menjadi keresahannya. 

 

Faktor lain yang membuat ia tertarik juga karena kontennya yang lucu dan relate dengan kehidupan sehari-hari. Meme pun sudah mengalami perkembangan sejak awal kemunculannya, dari yang awalnya hanya berformat gambar sekarang ada juga meme yang berbentuk video.

 

Menurutnya, suatu gambar juga bisa disebut sebagai meme, kalau gambar tersebut sudah digunakan berulang dan diketahui banyak orang. “Suatu hal bisa disebut sebagai meme kalau sudah digunakan secara berulang atau diunggah oleh banyak orang.” Ujarnya ketika diwawancarai melalui direct message Instagram pada Kamis (24/03).



Meme Sebagai Media Komunikasi

 

Saat ini meme juga digunakan sebagai media komunikasi, contohnya di twitter banyak sekali warganet saling berbalas komentar menggunakan meme dengan maksud menimpali twitwar. Salah satu pakar semiotika Universitas Padjadjaran (Unpad), Teddy Kurnia Wirakusumah, mengatakan bahwa meme termasuk ke dalam media komunikasi jauh sebelum adanya media sosial. Namun, penyebutannya saja yang belum disebut sebagai meme.

 

Ia juga menambahkan, penggunaan meme sebagai media komunikasi akan kembali pada isu atau wacana yang disampaikan, apakah bahasan tersebut penting atau tidak.

 

“Penggunaan meme sebagai media komunikasi merupakan sebuah cara retorika visual yang menarik di era sekarang, karena tersedia beberapa aplikasi untuk mempermudah orang membuat meme. Sehingga menjadi hal yang menarik, karena praktis digunakan pada saat berkomunikasi di era digital ini. Bahkan meme sudah menjadi tren." Ujarnya saat diwawancarai via Zoom pada Senin (07/03).

 

Teddy juga menambahkan, kalau kita perlu memperhatikan target pembaca agar komunikasi yang disampaikan melalui meme dapat dinikmati dan dimengerti orang lain. Dengan begitu, kita tidak bisa semena-mena menyebarluaskan meme dan berharap semua orang mengerti akan maksud yang ingin kita sampaikan.

 

Senada dengan Teddy, Ahli Komunikasi Universitas Islam Bandung (Unisba), Septiawan Santana, mengatakan secara teoritik meme termasuk kedalam bentuk komunikasi media sosial. Ia menambahkan meme disebut media komunikasi karena bisa menyampaikan sebuah pesan.

 

“Semua pesan bisa efektif, dalam hal ini meme memiliki gambar, dan gambar memiliki penyampaian pesan yang ringkas dan langsung bisa diterima.” Kata Septiawan saat di wawancarai via telepon pada Sabtu (20/03).

 

Pakar Komunikasi, William I Gorden menjelaskan komunikasi memiliki empat fungsi yaitu komunikasi sosial, komunikasi ekspresif, komunikasi ritual, dan komunikasi instrumental. Dalam hal ini meme termasuk ke dalam komunikasi ekspresif, yang berarti bentuk komunikasi dalam menyampaikan berbagai perasaan dan emosi dalam bentuk non-verbal.

 

Ternyata meme dapat dijadikan sebagai sarana untuk berekspresi karena dapat menyampaikan perasaan pembuat, bahkan menjadi salah satu media komunikasi. Jadi, enggak ada salahnya kalau kamu pakai meme buat saling berbalas komentar di medsos.

 

Kebebasan Berpendapat dan Berekspresi Melalui Meme 

 

Untuk menggunakan meme, tentu ada beberapa aturan yang diterapkan untuk menjaga ketertiban dalam menyampaikan pesan atau berekspresi.

Memang sih sampai sekarang masih belum ada aturan khusus yang mengatur tentang penggunaan meme. Tapi, pada dasarnya setiap orang berhak menyampaikan pendapatnya sebagaimana terdapat dalam Undang-Undang Dasar Tahun 1945 pasal 28E ayat 3 yang berbunyi “Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat.”

Kebebasan berpendapat dalam UUD 1945 dan UU No, 9 tahun 1998 juga menegaskan bahwa kebebasan berpendapat merupakan hak mendasar dalam kehidupan yang dijamin dan dilindungi oleh negara. Konsep HAM dalam kebebasan berpendapat berkaitan dengan konsepsi negara hukum. Negara Indonesia sebagai negara hukum telah meratifikasi berbagai aturan internasional dalam menjunjung tinggi hak kebebasan berekspresi dan berpendapat.

 

Dosen Hukum Unisba, Ade Mahmud menjelaskan kalau kebebasan berpendapat melalui meme sah-sah saja selama konteks dari meme tersebut bertujuan kepada kebijakan bukan kepada orang, pribadi, ataupun kelompok tertentu dan harus tetap mengikuti batasan-batasan yang ada.

 

“Batasan dalam menyampaikan pendapat melalui meme kurang lebih sama dengan penyampaian pendapat secara konvensional yang harus sopan, tidak boleh menimbulkan kebencian, tidak boleh menimbulkan permusuhan, dan harus ditujukan kepada kebijakan bukan kepada orang.“ Katanya saat diwawancarai di Gedung Dekanat Unisba Jalan Tamansari No. 24 pada Jumat (04/03).

 

Kebebasan berpendapat melalui meme ini juga telah diatur dalam Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) karena setiap dokumen elektronik yang diunggah baik itu bentuk tulisan, foto, video, maupun audio yang melanggar kesusilaan, kesopanan, merugikan konsumen, dan yang menimbulkan kerusuhan antar golongan itu dapat dikenakan hukuman sesuai dengan undang-undang yang ada.

 

Lalu, Kebebasan berpendapat menggunakan meme  juga berkaitan erat dengan perlindungan hak cipta. Kalau dilihat dalam Undang-Undang nomor 28 tahun 2014 tentang hak cipta pasal 1 ayat 3 yang berbunyi “Ciptaan adalah setiap hasil karya cipta di bidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra yang dihasilkan atas inspirasi, kemampuan, pikiran, imajinasi, kecekatan, keterampilan, atau keahlian yang diekspresikan dalam bentuk nyata.”

 

Orang-orang yang bikin meme bisa saja menuntut terkait hak cipta apabila karyanya digunakan secara cuma-cuma. Tapi, kalau pembuat tidak merasa hak ciptanya diambil sih orang lain bebas untuk menggunakan karyanya tanpa takut terkena hukuman.

 

Pelanggaran-pelanggaran terkait meme ini pernah terjadi loh, misalnya meme buatan Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Indonesia (BEM UI) yang menampilkan sosok Presiden Jokowi dengan teks “King of Lip Service”. Hal ini mengakibatkan postingan tersebut harus di takedown karena dianggap pencemaran nama baik serta pemanggilan oleh Rektor kepada pihak yang terkait akan meme tersebut.

 

Tidak hanya mendapatkan panggilan dari rektor, akun media sosial BEM UI dan aktivisnya pun mendapat serangan digital setelah mengkritik Jokowi. Dilansir dari situs kompas.com, peretasan terjadi sebanyak tiga kali kepada akun aktivis dan satu kali ke akun sosial media BEM UI.

 

Sebelum kasus meme Presiden Jokowi itu,  ada juga kasus meme yang sempat  jadi perbincangan banyak orang, yaitu kasus pencemaran nama baik Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan oleh seorang akademisi bernama Ade Armando. Ia sempat dipolisikan oleh anggota Dewan Perwakilan Daerah, Fahira Idris karena postingan meme Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan yang digambarkan sebagai ‘Joker’.

 

Namun, Ade mengatakan bahwa dia hanya mengunggah meme yang didapatkannya dari stiker WhatsApp. Ia memposting foto itu sebagai bentuk kekecewaan terhadap kinerja Anies yang menyebabkan pembengkakan anggaran yang tidak masuk akal.

 

Penggunaan meme di era digital ini, dapat berdampak kepada fenomena yang dapat mempengaruhi  perbincangan publik, seperti halnya jika terdapat pesan yang kurang baik bisa menjadi sebuah penyalahgunaan. 

Pakar semiotika dari Unpad juga bilang meme bisa meningkatkan pengetahuan seseorang kalau bisa mengambil sisi positif dari meme itu sendiri. “Ketika menerima sebuah pesan kalian seharusnya tidak mudah dipengaruhi sehingga bisa menimbulkan isu menjadi kasus besar, namun jika di ambil sisi positifnya kita bisa meningkatkan pengetahuan. Serta bisa juga menjadi materi yang menghibur.”  Ucap Teddy dengan nada yang bersemangat.

Selain bisa meningkatkan pengetahuan, meme ini juga berpengaruh pada emosi dan perilaku seseorang. Pakar Psikologi Klinis, Suci Nugraha menyatakan kalau meme dapat memicu emosi yang kuat baik itu lucu sekali, marah atau memicu kesedihan.

 

“Kalau suatu informasi diulang dan dengan pola yang sama lama-lama akan menjadi keyakinan yang kemudian meyakini nya sebagai kebenaran, tentu akan mempengaruhi perilaku seseorang  dalam waktu yang lama.” Ujarnya saat diwawancarai via telepon pada Rabu (30/03). 

 

Suci juga bilang karena meme terhubung secara emosional, hal itu bikin orang yang melihatnya mudah percaya entah informasi didalamnya benar ataupun salah. Sehingga kalau seseorang sering lihat meme dan kebetulan meme itu  memberikan informasi yang baik, maka akan membentuk pengetahuan yang tepat dan akan berlaku sebaliknya, kalau informasi yang disampaikan keliru. Jadi, isi konten meme tersebut yang menentukan perilaku seseorang.

 

Ternyata meme punya berbagai fungsinya ya Sobat Kampus, mulai dari bahan humor sampai media komunikasi, bahkan meme juga bisa berpengaruh pada perilaku seseorang loh. Tapi, dalam penggunaannya kita juga harus memperhatikan lagi batasannya ya. 

 

Jangan sampai melanggar kesusilaan, kesopanan, merugikan konsumen, dan menimbulkan kerusuhan antar golongan. Oh iya, kamu juga harus bijak dalam menggunakan meme di sosial media ya, guys!

 

Pewarta: Salzi Rais Putra Kuswara & Alifia Putri

Penulis: Salzi Rais Putra Kuswara & Alifia Putri

Editor: Muhammad Khaira Faiq & Reza Umami