Iman Itu Bernama Idealisme

Ilustrasi mahasiswa yang kebingungan mencari pandangan hidup. (Ilustrasi: Muhammad Dwi Septian/SM)

 

“Jiwa manusia masih memiliki kebutuhan ideal daripada realis. Adanya kenyataan kita ada; adanya pula dengan ideal kita hidup” – Victor Hugo.

 

Menjadi mahasiswa adalah salah satu momentum besar tentang bagaimana seseorang menentukan arah hidupnya, hidup dibawah bayang-bayang ide yang dimilikinya atau menjadi makhluk dengan hanya mengikuti  jalan sejarah dan kehendak alam. Dua hal tersebut adalah paham yang saling bertentangan namun menjadi faktor terbesar dalam menentukan bagaimana kehidupan manusia bekerja.

 

Kerangka pemikiran tersebut mulai berkembang menjadi sebuah aliran filsafat pada abad ke-19. Namun jauh sebelum itu, Plato pada abad ke-4 Sebelum Masehi (SM) sudah hadir bersama pemikiran yang disebut idealisme, oleh karena itu dirinya mendapat julukan sebagai bapak idealisme.

 

Plato (427-347 SM) berpendapat bahwa hakikat segala sesuatu tidak berasal dari apa yang bersifat material, tapi apa yang ada di balik materi, yaitu ide. Menurutnya gagasan itu kekal, tidak berwujud, tidak berubah dan tidak dapat terkikis oleh waktu seperti halnya materi.

 

Dalam pencarian kebenaran, Plato berkeyakinan bahwa kebenaran tidak dapat ditemukan di dunia material yang tidak permanen dan terus berubah.  Bapak filsafat itu menyebut bahwa dunia material hanya sebuah analogi atau ilusi yang diciptakan oleh panca indera manusia.

 

Singkatnya, Idealisme adalah aliran filsafat yang memberikan gambaran bahwa hakikat segala sesuatu terletak pada tataran ide. Menurut penganutnya, realitas yang terjadi pada saat ini adalah hasil dari apa yang pernah terpikirkan dalam dunia ide sebelumnya.

 

Kenapa Mahasiswa Harus Mempunyai Idealisme?

 

Filsafat idealisme mulai berkembang pesat dan memberikan pengaruh pada kehidupan, terlebih bagi pemuda. Bahkan bapak Republik seperti Tan Malaka menyebut idealisme sebagai kemewahan terakhir yang dimiliki pemuda. Kalimat tersebut memberikan gambaran tentang pentingnya idealisme pada tiap individu anak muda.

 

Peran pemuda dalam kemajuan sebuah bangsa sudah seringkali terdengar sejak dulu kala. Deklarasi sumpah pemuda merupakan salah satu tonggak keberhasilan pemikiran pemuda dalam membantu perjuangan kemerdekaan, karenanya peran pemuda selalu dibutuhkan dalam mengontrol setiap perubahan.

 

Idealisme adalah "kendaraan mewah" yang dapat dipakai sebagai wadah untuk mengarungi luasnya kehidupan bermasyarakat. Akan tetapi, hal tersebut tidak datang dengan sendirinya. Sebuah konsep ide yang dimiliki seseorang seringkali berasal dari interaksi yang pernah dilaluinya secara individual maupun kolektif.

 

Dalam hal ini, pemuda yang memiliki status sebagai mahasiswa seharusnya sudah selangkah lebih maju dibanding pemuda yang lainnya. Dengan  privilege seperti akses pendidikan dan birokrasi  yang dimiliki, mahasiswa dinilai sebagai kelompok yang paling ideal dalam melakukan usaha yang didorong oleh sebuah ide ini.

 

Masyarakat yang jarang  berinteraksi melalui literasi dan diskursus lebih sering terdistraksi oleh realita yang ada ketimbang memikirkan sebuah angan dan cita-cita. Kelompok yang tidak mendapatkan privilege seperti halnya mahasiswa tersebut cenderung memiliki pola pikir yang realis ketimbang idealis.

 

Dosen Ilmu Politik Universitas Padjadjaran (Unpad), Ari Ganjar menilai bahwa mahasiswa harus memiliki idealisme di dalam dirinya. Menurutnya, mahasiswa mempunyai kapasitas untuk menghabiskan idealismenya di kampus karena mereka belum dituntut oleh kegiatan yang lebih nyata seperti bekerja dan mencari makan.

 

"Berbeda dengan masyarakat yang cenderung realistis, mahasiswa sudah dibekali ilmu yang tinggi, itu artinya mereka punya kapasitas untuk berpikir secara ideal. Mahasiswa punya konsep yang bisa mengejar itu karena mereka belum dituntut oleh pekerjaan dan makanan." ujarnya saat diwawancarai melalui daring pada Rabu (22/02).

 

Senada dengan Ari, seorang mantan mahasiswa Institut Seni dan Budaya Indonesia (ISBI), Mohamad  Chandra Irfan memiliki penilaian yang hampir serupa, dirinya menilai idealisme adalah sebuah “harga mati”. Mahasiswa harus memiliki idealisme dengan konteks yang luas, seperti idealisme dalam konteks kritis, berkarya, pengetahuan dan berorganisasi.

 

"Idealisme itu spektrumnya banyak,  harus dipegang sendiri oleh mahasiswa, kemudian jadi bekal yang harus dipegang. Intinya mahasiswa harus memiliki idealisme, kamu kuliah empat tahun ngapain aja kalau tidak punya idealisme. Idealisme harga mati!" Ujar pria yang akrab disapa Buli Ju tersebut.

 

Dalam prosesnya, idealisme dinilai mempunyai kontribusi yang besar terhadap perjuangan bagi kemaslahatan publik. Oleh karena itu Ari Ganjar menyebut tidak ada perjuangan tanpa idealisme.

 

"Ya jelas, kalau mahasiswa tidak punya idealisme, tidak akan ada perjuangan. Apa yang mereka perjuangkan ketika tidak ada idealisme? berbeda dengan jika mahasiswa mempunyai idealisme, mereka punya alasan tentang apa yang mereka perjuangkan." ujarnya.

 

Idealisme yang dimiliki mahasiswa sangat mungkin terjadi mengalami benturan dengan realitas yang ada. Kondisi seperti ini menyebabkan mereka harus menyesuaikan diri dengan kondisi yang tengah terjadi dan menyebabkan beberapa hasil tidak sesuai dengan harapan yang diinginkan pada akhirnya.

 

Berbicara mengenai bentuk ideal seorang mahasiswa, Buli Ju menyebut  yang ideal itu bukan hanya menjalankan kewajiban membayar uang kuliah dan rajin mengikuti kelas, idealnya mahasiswa dapat didefinisikan sebagai manusia yang berani bersentuhan langsung dengan persoalan masyarakat. Mahasiswa ideal dapat dilihat dari aktivisme dan pemikiran hidup, dengan dua entitas tersebut mahasiswa menghidupi kegiatan kampus yang mereka lakoni.

 

Dari segi aktivisme, gerakan mahasiswa telah memberikan catatan penting sejarah dalam pembentukan dan pencarian identitas bangsa ini, sejak awal berdirinya bangsa hingga kontribusinya yang menentukan kelahiran reformasi di negeri ini. Di sisi lain, dari mahasiswa-lah diharapkan muncul bibit pemikir pembangunan bangsa dengan pemikiran-pemikiran kritis yang mampu menembus dan melahirkan pencerahan pengetahuan dan kesejahteraan masyarakat.

 

Kenapa Idealisme Harus dimaksimalkan di Kampus ?

 

Peran kampus terhadap laju idealisme cukup besar. Kampus seakan menjadi "kendaraan mewah" yang lain bagi seorang mahasiswa idealis, selain memberikan insight berupa ilmu di dalam kelas, kampus juga memberikan problematika yang menarik untuk diikuti seorang idealis. Buli Ju memandang penting untuk memaksimalkan ide di dalam kampus.

 

Baginya, penggunaan idealisme di dalam kampus dapat berfungsi sebagai nalar kritis untuk mengontrol kebijakan kampus. Oleh karena itu idealisme yang tumbuh di dalam kampus dapat menjadi asupan dalam menghidupkan dinamika  peradaban kampus.

 

"Harus ada iman bernama idealisme, atau ketika kampus tidak memiliki ruang wacana, ruang diskusi, ruang pertukaran ide, ruang eksperimentasi karya, maka kampus itu akan berdiri seperti makam dengan zombie yang bernama mahasiswa." Ujar Irfan saat diwawancarai di kantornya

 

Idealisme ini bisa disebut barang langka di kalangan masyarakat. Sebab orang-orang cenderung memikirkan kepentingan untuk dirinya sendiri dan terjebak dalam dunia pragmatis.

 

Tidak menutup kemungkinan seseorang keluar dari status sebagai  mahasiswa dan bertemu dengan pragmatisme. Jalan satu-satunya adalah bagaimana kita tidak menjual apa yang kita miliki tapi ditukar dengan apa yang kita inginkan karena perjuangan paling dasar pada manusia adalah hal-hal yang sifatnya ekonomis.

 

Lunturnya idealisme, membuka gerbang pragmatisme

 

Banyak orang meyakini bahwa lunturnya idealisme dapat disebabkan oleh faktor usia. Idealisme yang digaungkan sedari muda sedikitnya memudar oleh sebab yang mendasar pada kebutuhan di usia lanjut–dari idealis menjadi materialis.

 

Ubedilah Badrun dalam bukunya yang berjudul Menjadi Aktivis Kampus Zaman Now memberikan  gambaran berupa indikator citra yang disebut citra pragmatis, menurutnya citra ini memiliki sikap yang kritis, melawan kebijakan penguasa, dan senang demonstrasi namun mudah menyerah dan dikooptasi oleh iming-iming yang menguntungkan dirinya.

 

Banyak di kalangan aktivis tahun 66’ dan 98’  tidak lagi menyuarakan suara seperti saat mereka masih duduk di bangku kuliah. Seorang seperti Soe hok Gie pernah memberikan gincu, bedak ,dan kutang sebagai bentuk kekecewaan kepada kawan-kawannya yang pernah berjuang bersama. Karena godaan, sebagian dari mereka masuk ke dalam politik praktis dan idealisme tersebut akhirnya hilang.

 

Namun jika dicermati melalui tipologi aktivis kampus, idealisme mereka dapat dinilai dari tipe-tipe aktivis berdasarkan cara merespon permasalahannya. Kasus hilangnya idealisme kerap terjadi pada tipe aktivis realis-pragmatis.

 

Kendati disebut realis, cita-cita mereka hampir sama seperti idealis yang lain. Mereka fokus kepada salah satu permasalahan dengan cara yang kritis, namun jika kritisisme mereka berada pada posisi yang tak berdaya, tipe ini akan mudah menyerah dan segera menjadi alat politik yang lebih masif lagi.

 

Jadi dapat dikatakan jika pragmatisme adalah salah satu faktor besar menghilangnya ide yang ada pada seorang individu. Entah oleh usia atau kekuasaan yang menggoda.

 

Berbeda dengan Buli Ju, ia berpendapat bahwa sedikitnya teknologi memberikan pengaruh terhadap lunturnya idealisme. Baginya era teknologi adalah era datar, pada era ini setiap orang bisa menjadi siapa saja. Media sosial dewasa ini mengantarkan manusia kepada wilayah itu.

 

"Saya mencoba melihat dari perspektif dialektis saja, bahwa kehadiran media sosial itu bisa merubah cara orang berpikir lebih maju, hanya tidak diimbangi dengan konteks sosial yang memadai maka dia akan berpendapat secara acak atau random. Jadi tidak bisa dibilang luntur, bisa saja dia jadi sumber informasi, konsepnya tetap sama namun mungkin saat ini orang lebih aktif di media sosial, sementara gap media sosial dengan dunia nyata itu jauh sekali, karena masalah itu di dunia nyata bukan di dunia maya." Ujar Irfan.

 

Bagaimana Jika Praktik Politik Masuk ke Kampus?

 

Praktik politik praktis sudah mulai memasuki wilayah kampus, namun Ari Ganjar berpendapat bahwa hal macam itu bisa menjadi ladang belajar untuk mahasiswa. Di Organisasi mahasiswa (Ormawa) sendiri terdapat lembaga legislatif dan lembaga eksekutif yang menjadi miniatur berpolitik di lingkungan kampus.

 

“Partai politik yang masuk ke kampus justru harus disambut dengan kritikan, diberikan masukan. Begitu ada kandidat ke kampus ingin orasi harus direspon dengan kritik sehingga terjadi dialog, kalo politik dijauhkan lalu dimana peran kampus dan mahasiswa dalam pendidikan politik. Kira-kira seperti itu.” Ujarnya.

 

Lebih lanjut, Ari Ganjar memberikan pernyataan yang positif terkait wacana ini, ia berpendapat bahwa gagasan yang dibawa partai politik ke ranah kampus dapat dijadikan sebagai bahan uji kritik bagi para mahasiswa. Adapun yang harus dihindari dari masuknya politik praktis ini adalah kepentingan yang terkandung di dalamnya. 

 

Idealisme, Landasan Berpikir Seorang Mahasiswa

 

Kata idealisme terdengar melekat pada mahasiswa, penting seorang mahasiswa untuk mempunyai idealisme yang kuat dalam dirinya. Menurut Buli Ju, Idealisme yang dimiliki saat menjadi mahasiswa juga bisa menjadi bekal atau landasan saat nanti bertemu banyak orang.

 

Sebagai mahasiswa perlu untuk mempertahankan idealisme yang kuat. Ari ganjar mengatakan, "Mahasiswa harus membangun kesadaran dengan mengajak teman-temannya berdiskusi, berinteraksi dengan aktivis-aktivis untuk membicarakan masalah yang ada di masyarakat." Selain Ari Ganjar, Buli Ju juga mengatakan "Harus ada yang memantik, mengajak untuk berpendapat dan berpartisipasi agar melakukan perubahan."

 

Ormawa atau pihak kampus juga bisa memberikan wadah untuk mahasiswa agar mengasah sikap kritis dan menguatkan idealismenya. Meskipun idealismenya kuat kita juga harus bisa saling menghargai jika ada perbedaan.

 

Idealisme kerap kali dipandang menakutkan. Setiap orang sejatinya mempunyai idealisme, ketika idealisme itu disatukan akan menghasilkan sudut pandang baru. Buli Ju berharap, mahasiswa atau pemuda saat ini bisa berkolaborasi untuk membahas suatu permasalahan dan membuat sesuatu yang positif. Sebagai seorang mahasiswa, idealisme bisa menjadi sangat berguna jika dimaksimalkan dengan benar, namun bisa juga menjadi negatif jika mengabaikan realitas dan tidak menghargai hak orang lain.

    

Reporter: Muhammad Dwi Septian & Nabil Fadilah

Penulis: Nabil Fadilah

Editor: Muhammad Irfan

Add a Comment

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.